Meretas dampak Pemadaman Listrik
Oleh: Muh. Lutfi Yahya – Ketua Majelis Pemuda Indonesia Kabupaten Bantaeng
Pemadaman listrik secara bergilir telah menjadi realitas yang tidak asing bagi masyarakat di berbagai negara terutama di Indonesia. Terdapat sejumlah dampak yang kompleks dan menciptakan tantangan nyata dalam berbagai aspek kehidupan. Tentu saja hal tersebut menghadirkan dampak yang jika dilihat secara perspektif awam lebih banyak yang berdampak negatif.
Pemadaman listrik tidak hanya merugikan sektor industri, tetapi juga mengganggu kegiatan sehari-hari masyarakat. Kegiatan rumah tangga, pendidikan, dan usaha kecil hingga besar menjadi terhambat akibat ketidakpastian pasokan listrik. Oleh karena itu, perlu diadopsi solusi holistik untuk meningkatkan ketersediaan listrik dan mengurangi dampak negatifnya
Kita mungkin telah mengetahui bersama bahwa PT. PLN (Persero) merupakan satu-satunya penyedia listrik di Indonesia. Kehadirannya sebagai pemasok monopoli listrik negara yang bekerja secara tunggal. Sebelumnya, dikutip dari laman FISKAL.KEMENKEU.GO.ID bahwa istilah monopoli mengandung arti struktur pasar di mana hanya terdapat satu penjual, tidak ada substitusi produk yang mirip (close substitute) dan terdapat hambatan masuk (barriers to entry) ke pasar.1
Secara teoritis pasar monopoli memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1). Hanya ada satu penjual, akibatnya pembeli tidak mempunyai pilihan lain. (2) Tidak ada substitusi produk yang mirip. (3) Terdapat hambatan masuk ke pasar yang berbentuk undang-undang, memerlukan teknologi yang canggih, dan memerlukan modal yang sangat besar. (4) Sebagai penentu harga (price setter). Dengan mengendalikan tingkat produksi dan volume produk yang ditawarkan perusahaan monopoli dapat menentukan harga yang dikehendaki.2
Meski PLN yang menjadi satu-satunya pemasok listrik negara, disisi lainnya jika ditinjau dalam hukum yang berlaku di Indonesia tidak termasuk kategori ‘haram’. Hal tersebut seperti yang disebutkan oleh mantan Ketua KPPU, Syarkawi Rauf bahwa penguasaan pengelolaan listrik oleh PLN tidak termuat dalam maksud dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Menurut Syarkawi Rauf seperti yang dikutip di CNNINDONESIA.COM3, bahwa “monopoli itu enggak apa-apa dalam undang-undang kita, monopoli itu tidak ada masalah itu bukan barang haram kalau dia memonopoli di satu sektor atau satu komoditi,” ucapnya.
Lebih lanjut menurutnya di referensi yang sama, dalam Pasal 50 dan 51 beleid tersebut, BUMN juga bisa melakukan monopoli atau penguasaan atas produksi barang dan jasa yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
Hanya saja, sejak aturan tersebut diundangkan sampai saat ini tidak pernah ada penjelasan lebih lanjut mengenai teknis pengecualian seperti yang dimaksudkan.
Dalam tulisan ini, kita coba untuk meretas dampak pemadaman listrik secara bergilir, menyoroti tantangan yang dihadapi oleh masyarakat, dan merenungkan solusi holistik untuk menanggapi permasalahan tersebut.
I. Tantangan Sosial: Menghadapi Keberagaman dampak pada Kehidupan
Pentingnya kebutuhan energi listrik di era ini menandakan bahwa penggunaan listrik telah menjadi sumber daya yang krusial dan sangat essensial bagi kehidupan manusia. Dalam ranah sosial, pemadaman listrik secara bergilir menyentuh dimensi kehidupan sehari-hari masyarakat dengan berbagai cara. Tantangan sosial yang timbul diantaranya kendala akses pada aspek pendidikan, gangguan pada bidang kesehatan, keterbatasan akses informasi, dampak dalam sisi keamanan, hingga pada sektor perekonomian.
a. Kendala dalam Proses Belajar
Pasca bencana Covid-19, perubahan besar-besaran metode belajar terjadi di bidang pendidikan. Para pendidik dan peserta didik dituntut untuk melakukan proses pembelajaran dengan sistem daring (dalam jaringan) menggunakan perangkat eletronik. Proses belajar-mengajar tersebut tentunya membutuhkan energi listrik. Bahkan sejak pemerintah mengeluarkan kebijakan bahaya Covid-19 telah dicabut, namun aktifitas di bidang pendidikan sebahagian besar masih menggunakan cara yang sama.
Bayangkan jika kelas terganggu karena adanya pemadaman bergilir, maka tentunya apa yang menjadi amanat Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 31 ayat (1) yang berbunyi “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”, menjadi dipertanyakan.
Pihak pemasok listrik mungkin akan berkata, apa salahnya menggunakan metode konvensional? Toh kejadian pemadaman listrik bukan sesuatu yang disengaja, melainkan terjadinya Badai El Nino yang berpengaruh pada pasokan air untuk tenaga listrik.
Jika seperti itu adanya, berarti pendidikan yang menjadi prioritas dalam UUD 1945 harus tunduk dengan kondisi dan dipaksa untuk memaklumi apa yang menjadi tanggung jawab dari PLN. Bukankah hal tersebut mencederai UUD 1945?
b. Pelayanan Kesehatan Terganggu
Pemadaman listrik memiliki dampak signifikan pada bidang kesehatan, mengingat pentingnya sumber daya listrik dalam menjalankan berbagai peralatan medis dan mendukung fungsi rumah sakit. Link berita diatas menjelaskan dampak negatif dari pemadaman listrik dari pelayanan yang tidak maksimal hingga kerusakan pada alat medis.
Peralatan medis yang sensitif terhadap fluktuasi listrik atau mati mendadak dapat mengalami kerusakan atau gangguan operasional selama pemadaman listrik. Hal ini dapat membahayakan pasien dan mengurangi efektivitas perawatan medis.
Pemadaman listrik dapat memaksa seluruh fasilitas kesehatan untuk menunda atau bahkan menghentikan operasi dan prosedur medis yang telah direncanakan. Ini dapat mempengaruhi pasien yang membutuhkan perawatan segera dan mengakibatkan penumpukan pasien. Bahkan pasien yang membutuhkan peralatan pendukung hidup, seperti ventilator atau mesin dialisis, dapat menjadi sangat rentan selama pemadaman listrik. Pemadaman yang berkepanjangan dapat membahayakan nyawa pasien yang memerlukan perawatan intensif.
Meski dengan memahami dampak ini, penting untuk terus meningkatkan infrastruktur kelistrikan, mengembangkan solusi cadangan, dan menyusun rencana darurat untuk memastikan keberlanjutan pelayanan kesehatan selama pemadaman listrik. Namun, jika terjadi berulang kali, maka resiko keselamatan masyarakat akan meningkat.
c. Terhambatnya Akses Informasi dan Ancaman Keamanan
Sudah hampir tidak ada lagi media komunikasi yang terjalin dengan menggunakan metode surat – menyurat. Bahkan penggunaan telegram di jaman lampau telah digantikan dengan aplikasi Telegram yang berada di perangkat cerdas.
Komunikasi dan informasi di era modern ini, menuntut kecepatan penyebarluasan informasi. Tuntutan tersebut seolah menjadi keniscayaan dalam kehidupan yang serba eletronik. Seperti yang dikemukakan oleh babang Anthony Giddens dalam George Ritzer (2012)4, kehidupan yang modern bagaikan Jaggernaut atau mesin panser raksasa.
Hal kecil saja, bahwa ada anggapan pada saat proses elektorasi terjadi entah dari jenjang paling bawah hingga tertinggi, waspadalah jika listrik padam (mati lampu). Bahkan ada beberapa oknum yang sengaja memanfaatkan kondisi tersebut untuk melakukan kecurangan.
Menjadi hal yang lucu, jika saat proses tersebut, salahsatu kandidat melihat posisinya unggul diperhitungan suara namun ditengah-tengah prosesnya terjadi pemadaman listrik. Lantas saat listrik kembali menyala, suaranya hilang entah kemana.
Hal tersebut juga berkaitan dengan potensi ancaman keamanan. Ketika area publik menjadi gelap karena pemadaman listrik, dapat menciptakan lingkungan yang kurang aman. Kejahatan seperti perampokan, pencurian, atau serangan fisik dapat meningkat karena penurunan pencahayaan.
Lebih lanjut, pemadaman listrik juga dapat menghambat operasional sistem komunikasi darurat, seperti radio pemadam kebakaran, radio polisi, atau sistem panggilan darurat. Hal ini dapat menyulitkan koordinasi dalam penanganan keadaan darurat.
d. Penurunan Produksi Sektor Perekonomian
Pandangan terkait perekonomian lebih dahulu dijelaskan oleh eyang Marx yang mengatakan tentang infrastruktur dan suprastruktur dalam masyarakat. Menurutnya, infrastruktur tersebut merupakan motor penggerak dalam kehidupan manusia. Motor penggerak tersebut dalam basis itu sendiri adalah produksi materil yang terjadi dalam masyarakat5.
Pemadaman listrik juga berdampak secara signifikan pada sektor riil ekonomi, yang mencakup industri, manufaktur, pertanian, dan sektor-sektor terkait lainnya. Kendala tersebut dapat menghentikan operasi pabrik dan fasilitas manufaktur, mengakibatkan penurunan produksi. Ini mampu menyebabkan penundaan dalam rantai pasok dan berdampak negatif pada pendapatan perusahaan.
Pelaku usaha mungkin perlu menginvestasikan lebih banyak sumber daya dan uang untuk mengatasi dampak pemadaman listrik, seperti mendapatkan generator cadangan atau meningkatkan perlindungan peralatan. Hal ini tentunya berdampak pada pembengkakan biaya produksi dan berpengaruh pada kesejahteraan pekerja.
Mengacu kembali dalam pandangan alienasi Marx, yakni pekerja memiliki posisi yang berbeda apabila dibandingkan dengan pemilik modal. Pekerja memiliki peluang hidup yang kecil apabila dia tidak bekerja. Oleh karena itu mereka rela menjual tenaga dan waktu kerja untuk para borjuis demi untuk bertahan hidup. Hal tersebut menisbahkan antara pemadaman listrik berpengaruh dalam penindasan para kelas pekerja.
II. Tawaran Solusi Holistik
Ingin dikatakan bahwa dalam tulisan diatas sedikit banyaknya hanya memuat tentang keluhan yang diretas, namun tentunya dijabarkan dengan gaya ala penulis. Tidak elok kiranya jika hanya memaparkan kondisi negatif tanpa memberikan tawaran solusi.
Pihak PLN disetiap tingkatan kiranya wajib memperhatikan apa yang menjadi masukan dari para pelanggannya. Untuk itu tawaran solusi yang bersifat holistik yang ditawarkan antara lain:
a. Diversifikasi Sumber Energi: PLN perlu mempercepat pengembangan sumber energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin, guna mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil atau tergantung pada pembangkit listrik tenaga air.
b. Efisiensi Distribusi Energi: Investasi dalam teknologi distribusi canggih, seperti smart grid, diperlukan untuk mengoptimalkan aliran listrik dan mengurangi kehilangan daya.
c. Perbaikan Tata Kelola dan Transparansi: Peningkatan tata kelola dan transparansi dalam pengelolaan PLN dapat membangun kepercayaan masyarakat dan mengurangi resistensi terhadap perubahan.
d. Keterlibatan Masyarakat: Melibatkan masyarakat dalam program konservasi energi, edukasi, dan insentif untuk teknologi hemat energi di rumah tangga dapat membantu mengurangi beban permintaan listrik.
III. Tuntutan
Bagi pelanggan PLN yang senantiasa menunaikan kewajiban, maka perlu juga kiranya kita menuntut hak yang semestinya diperjuangkan. Pihak PLN jangan mau kalah dengan perusahaan maskapai penerbangan yang memberikan kompensasi kepada penumpangnya jika terjadi masalah pada jadwal penerbangan. Pemberian kompensasi tentunya harus didesak bagi seluruh kalangan yang terdampak pemadaman listrik.
Sebagai penutup, masyarakat dan seluruh stakeholder yang bijak dianggap tidak salah jika harus menunjuk ‘hidung’ pemasok energi listrik tersebut. Secara tanggung jawab, PLN wajib mengantisipasi dampak-dampak negatif yang terjadi pada masyarakat akibat pemadaman listrik, apapun alasannya. Tidak dengan hanya dipaksa menerima dan memaklumi kondisi yang ada.
Wassalam…
Referensi
- https://fiskal.kemenkeu.go.id/kajian/2010/07/01/072847520730390-dilema-
- Ibid
- https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210603203443-85-650168/alasan-pln-boleh-monopoli-jaringan-listrik
- Ritzer, George. (2012). Teori Sosial Klasik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
- Taqyuddin An-Nabhani. (2009). Membangun Sistem Ekonomi Alternatif: Perspektif Islam, (alih bahasa: Munawar Ismail). Surabaya: Risalah Gusti.